PENDAHULUAN
Penyakit
infeksi pernapasan disamping oleh bakteri atau virus, jenis jamur juga
berperanan sebagai penyebabnya. Salah satu dari jenis jamur pathogen
adalah Aspergillus fumigatus. Penyakitnya dinamakan aspergillosis. Spesies lainnya yang dapat menginfeksi, tetapi kejadiannya jarang adalah A. flavus, A. niger, A. nidulans, A.terreus dan A. amstelodami (Al-Doory,
1980). Semua jenis unggas dapat terkena penyakit aspergillosis,
termasuk unggas air. Kerugian bagi peternak adalah timbulnya penurunan
produktivitas, telur dan daging, serta kematian pada anak ayam umur
sehari di penetasan. Pada ayam muda dimasa pertumbuhan kematian bisa
mencapai 10 - 30 %. Pengenalan penyakit sulit dilakukan pada unggas
masih hidup, karena gejala klinis tidak bisa dibedakan dengan penyakit
pernapasan lainnya seperti oleh bakteri dan virus. Maka pemeriksaan
dengan autopsi atau pembedahan diperlukan untuk melihat perubahan akibat
penyakit pada alat pernapasan. Ciri khas dari aspergillosis akan tampak
adanya bintik-bintik putih sebesar kepala jarum pentul di organ
paru-paru, selaput rongga dada, dinding trakhea, selaput kantung hawa
(air sac) dan selaput rongga perut. Bintik putih ini merupakan
sarang-sarang dari infeksi jamur, yang dapat dilihat secara pemeriksaan
mikroskop. Infeksi terjadi lewat pernapasan, dimana spora jamur terbawa
oleh udara dan masuk saluran pernapasan menuju ke paru-paru. Aspergillus
berkembang biak di sisa-sisa bahan organic tanaman, produk hasil
pertanian dan kompos. Ini merupakan sumber dari infeksi.
JAMUR ASPERGILLUS
Aspergillus
termasuk jamur atau cendawan renik, yang susunannya hanya dapat dilihat
dengan alat mikroskop. Strukturnya terdiri dari hifa yang memanjang dan
bercabang-cabang seperti ranting pohon, berbuku karena ada sekat atau
septa. Kumpulan hifa yang terjalin satu sama lain membentuk miselium.
Pada sekat atau septa ada lubang ditengahnya, sehingga ada saluran yang
berhubungan di sepanjang hifa. Dari hifa muncul tangkai spora dengan
ujungnya membesar berbentuk bulat atau lonjong, disebut vesikel, dan di
permukaannya ditutupi oleh sterigmata bentuknya seperti vas bunga. Sel
spora berbentuk bulat sampai lonjong terbentuk di bagian ujung dari
sterigmata, membentuk rantai. Gambaran makro dilihat berdasarkan
pengamatan koloni jamur yang ditumbuhkan di media agar khusus untuk
jamur, yaitu Sabouraud Dextrose Agar (SDA). Koloni aspergillus dikenali
berdasarkan warna, permukaan, dan bagian dasar koloni serta adanya
pigmen yang terbentuk dan mewarnai media. Aspergillus
termasuk jenis kapang, karena mempunyai hifa atau miselium sejati, dan
koloninya khas seperti kapas, karpet atau beludru. Hal ini dibedakan
dengan jenis jamur lain yaitu kelompok ragi atau khamir yang mirip
bakteri karena bersel satu. Jenis ragi ada juga yang bermiselium, dan
disebut miselium semu, karena terbentuk dari sel-sel yang memanjang dan
saling menyambung, tetapi mudah terurai.
Selain
jenis yang menyebabkan penyakit, sebagian besar aspergillus adalah
bersifat saprofit. Jenis ini dapat menguraikan senyawa organik dari
sisa-sisa tanaman atau hewan menjadi senyawa non organik, dan ini sangat
berguna bagi siklus berulang di lingkungan. Kelompok aspergillus yang
merugikan selain yang patogen, dan menimbulkan penyakit aspergillosis,
ada kelompok yang menghasilkan toksin (racun) dan merugikan bagi
kesehatan hewan maupun manusia, yang disebut toksigenik. Tidak seperti
jenis patogen yang dapat menimbulkan efek bagi induk semang dalam waktu
pendek, yang toksigenik menimbulkan efek dengan memerlukan waktu yang
lama, karena akibat dari akumulasi zat toksin yang terkandung di dalam
bahan makanan, baik pada hewan maupun manusia (Raper dan Fennell, 1973).
PERJALANAN PENYAKIT :
Infeksi
terjadi karena penghirupan spora yang terbawa di udara pernapasan yang
tercemar. Hal ini terjadi karena adanya sumber infeksi, yaitu jamur
aspergillus yang berkembang biak pada bahan-bahan seperti litter atau
alas kandang, untuk itu biasanya digunakan sekam, jerami atau serbuk
kayu, bahan pakan merupakan produk pertanian, yaitu biji-bijian, dedak
dan bungkil merupakan media subur bagi pertumbuhan aspergillus. Pada
perusahaan penetasan telur, mesin tetas sering tercemar oleh spora
aspergillus dan dapat menginfeksi anak ayam yang baru ditetaskan (DOC).
Kejadian ini kemungkinan disebabkan karena adanya pencemaran telur oleh
spora aspergillus sewaktu pengambilan telur dari kandang. Kulit kerabang
telur mempunyai lubang pori-pori yang bisa ditembus oleh spora, dan
lalu menginfeksi embryo, bila keadaan basah atau lembab seperti adanya
telur yang pecah maka isi cairan dari telur akan memberi kondisi yang
baik untuk perkembangan spora, bulu-bulu (flup) dari anak ayam /DOC yang
berterbangan di ruang mesin tetas akan menjadi pembawa sopra dan
menyebarkannya. Di peternakan itik penetasan dilakukan di inkubator
buatan, dan telur disimpan dengan menggunakan alas dari jerami, dan ini
kemungkinan sebagai sumber infeksi dari spora aspergillus yang
berkembang di jerami.
Kompos
dilingkungan peternakan juga merupakan sumber bagi spora, apalagi untuk
negeri tropis seperti Indonesia, hal ini akan mendukung perkembangan
dari jamur aspergillus (Aisworth dan Austwick, 1973). Spora yang masuk
lewat saluran pernapasan, trakhea, bronkhus dan cabang – cabangnya
sampai ke alveol paru-paru akan berkembang lalu bertunas memanjang
membentuk hifa, dan menimbulkan penyakit bersifat akut. Infeksi terjadi
setelah 4 – 5 hari dimana hifa memanjang lurus dan belum bercabang,
ujungnya membengkak, tumpul dan menginvasi jaringan. Keadaan ini
menimbulkan reaksi radang, dan mengakibatkan penyakit menahun (kronis),
terutama pada induk semang dewasa (Raper dan Fennell,1973). Kejadian
kronis akan membentuk jaringan granuloma, yang terbentuk dari sekumpulan
hifa yang bercabang-cabang dan membentuk masa padat, disebut bola jamur (fungus ball).
Sarang-sarang infeksi yang berwarna putih bisa bersatu satu sama lain,
dan membentuk masa perkejuan di paru-paru atau rongga perut (kantung
hawa). Selain adanya sumber infeksi, timbulnya penyakit juga disebabkan
oleh faktor lain seperti unggas yang mengalami stress dan kelelahan
terutama pada pengiriman dalam jarak jauh, atau burung – burung
kesayangan yang dikurung di dalam sangkar atau dalam masa
karantina (Ainsworth dan Austwick,1973; Jungerman dan Schwartzman ,
1972). Daya tahan tubuh yang berhubungan dengan pembentukkan antibodi,
mempengaruhi kejadian infeksi penyakit. Sehingga faktor-faktor seperti
disebutkan diatas mempengaruhi dan menurunkan kadar antibodi. Pemberian
antibiotik dan hormon kortikosteroid menimbulkan efek yang sama, dan
meninggikan kejadian penyakit (Jugerman dan Schwartzman, 1972).
DIAGNOSA PENYAKIT :
Akibat
penyakit menimbulkan gangguan pernapasan, yaitu terlihat kesulitan
bernapas (sesak napas), ngorok, mengantuk, dan tidak napsumakan.. Pada
ayam tetas kejadian ini disebut ”Brooder pneumonia”. Keadaan ini adalah
akut, gejala disertai dengan diare dan kematian dengan cepat. Pada yang
kronis terjadi setelah kejadian akut, perkembangannya tidak terdeteksi
karena perjalanannya secara lambat, dan baru disadari setelah ada gejala
sulit napas. Pada peternakan ayam petelur terjadi penurunan produksi,
dan pada ayam pedaging penurunan bobot. Pengenalan penyakit
aspergillosis pernapasan akan dikelirukan oleh penyakit pernapasan
infeksi bakteri atau virus (Raper dan Fennell, 1973; Jungermann dan
Schwartzman, 1970). Maka pemeriksaan umumnya dilakukan pada unggas yang
mati atau dibunuh. Pada pembedahan akan terlihat paru-paru
berbintik-bintik (nodul-nodul) yang berwarna putih, jaringan paru-paru
berwarna merah gelap, keras dan padat. Nodul terjadi juga di trakhea,
dinding rongga dada dan kantung hawa dengan ukuran diameter 1-3 mm.
Setiap nodul dikelilingi zona infiltrasi kehitaman, sedangkan jaringan
selebihnya normal (O’Meara dan Witter, 1971; Ainsworth dan Austwick,
1973; Hofstad dkk., 1984). Pada kantung hawa biasanya terjadi perkejuan
berwarna putih. Di saluran pernapasan, hifa jamur menyelusup ke
dindingnya menembus selaput lendir mukosa. Pada telur tetas, spora
aspergillus berkembang dengan baik di permukaan selaput rongga hawa,
dengan terlihatnya lapisan berwarna hijau. Hal ini merupakan penyebab
terjadinya kematian pada anak ayam atau itik di dalam telur tetas di
peternakan pembibitan. Pemeriksaan secara mikroskopis dari jaringan
paru-paru atau bagian lainnya yang mengandung sarang-sarang infeksi,
dilakukan dengan menggunakan larutan KOH atau NaOH 10-20 %, akan
terlihat gambaran hifa yang bercabang dan bersekat. Dengan pewarnaan
histopatologi Hematoksilin dan Eosin (HE) atau Grocott methenamine
silver (GMS), akan tampak zona nekrosis, berserabut fibrin atau
perkapuran, dan hifa dikelilingi oleh sel eosinofil, sel raksasa dan
limfosit (Kraneveld dan Djaenoedin, 1952; Raper dan Fennell, 1973;
Ainsworth dan Austwick, 1973). Pemeriksaan sarang infeksi secara
kultural atau pembiakan di media jamur Sabouraud Dextrose Agar (SDA) dan
diinkubasi pada suhu 37 oC, 3 hari setelah inkubasi akan menunjukkan pertumbuhan koloni aspergillus. Aspergillus fumigatus bisa tumbuh pada suhu dari 15 o C– 50 o C. Koloni A. fumigatus mula-mula
berwarna putih, lalu akan menjadi hijau kebiruan, permukaannya halus
seperti beludru, pipih dan berdiameter 1 – 2 cm. Diagnosa dengan uji
serologi, deteksi kadar antibodi terhadap aspergillosis di dalam serum,
yaitu dengan cara Elisa atau reaksi komplemen, dapat dilakukan untuk
mengetahui persentase ayam dalam suatu populasi yang mengandung kadar
antibodi (Gholib, 2005).
PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN :
Yang
terpenting untuk pencegahan penyakit aspergillosis adalah menjaga
kebersihan dengan mencegah atau mengurangi perkembang biakkan jamur di
lingkungan yang berperanan sebagai media bagi pertumbuhan jamur, seperti
produk petanian untuk bahan pakan, terjaga kualitasnya, tersimpan
dengan baik, penggantian litter di kandang secara teratur, cukup sinar
matahari yang masuk ke kandang, sirkulasi udara cukup dan sanitasi
lingkungan dengan mengatur pembuangan kotoran di kandang. Pakan sebagai
stok persediaan yang disimpan di gudang, sebaiknya diatur sehingga tidak
akan tersimpan terlalu lama, maka pakan harus segera habis, karena
pencemaran oleh spora jamur di lapangan tidak bisa dicegah baik sebelum
maupun sesudah panen. Disamping itu populasi kandang sebaiknya tidak
padat, terutama pada ayam pedaging, umumnya menggunakan kandang sistem
litter, dan rata-rata masa pemeliharaannya selama 2 – 3 bulan, dimana
umur ayam relatif masih muda, maka akan sangat peka oleh serangan
aspergillosis. Pengobatan terhadap penyakit aspergillosis tidak umum
dilakukan, karena disamping pendiagnosaan penyakit semasa hidup tidak
spesifik, bisa dikelirukan oleh penyakit pernapasan lain, juga tidak
ekonomis mengingat harga obat komersil anti jamur mahal. Maka selama ini
hanya faktor pencegahan penyakit yang diutamakan di dalam perusahaan
peternakan unggas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar